Kamis, 15 Juli 2010

Perhatikan Tebal-Tipis



4388tips-pasang-roller-gt-1.jpgHal berbau tebal memang musti diperhatikan. Belanja kudu punya kantung tebal. Tidur nyaman kalau di atas kasur tebal. Udara dingin juga enak pakai sarung atau selimut tebal. Salah nyosor, juga bisa bikin bibir tebal. Telat cukuran, kumis pasti jadi tebal, hi..hi..hi. Jadi ngaco nih!

Ini mau cerita tentang roller di skubek. Taunya, bukan cuma kumis atau dompet yang ada tebal-tipisnya. Roller juga demikian. Meski sekilas bentuknya bulat, dilapis bagian luar seperti ban motor, tapi tidak semua roller rata. Ada juga bagian lapisan yang lebih tebal alias tidak rata pada semua sisi.

Itu dia! Di bagian tebal itulah yang musti diperhatikan dalam pemasangan roller. Tidak ngasal ditaruh saja saat pasang. Karena perbedaan bentuk itu, tentu ada maksud dan punya fungsi.

Kalau sarung tebal dipakai untuk hindari dingin, bagian roller yang tebal itu berfungsi untuk memberi antisipasi gesekan pada dinding rumah roller.4389tips-pasang-roller-gt-2.jpg

"Kalau salah pasang, bisa aja bikin roller malah jadi cepat habis. Sementara sisi dinding lainnya masih tebal," terang Budi juragan produk Kitaco yang punya roller aftermarket buat berbagai skubek.

Efek selanjutnya, kalau dinding yang tipis terus terkikis, bakal semakin besar perbedaan antara dinding yang tebal dan tipis tadi? Dengan begitu, potensi roller peang jadi lebih cepat.

"Padahal, kalau pemasangan benar, bisa lebih awet dan sesuai peruntukannya. Karena bagian yang termakan itu adalah bagian yang tebal. Jadi potensi peang juga relatif lebih lama," jelas Budi lagi.

Logikanya begini! Saat hentakan beban awal, pasti akan membuat roller menekan ke dinding rumah roller. Dengan posisi bagian tebal nempel di dinding rumah roller, maka kalau pun terjadi gesekan dan memakan roller, bagian tebal itu tidak cepat aus.

"Beda kasusnya jika bagian yang lebih tipis malah nempel di dinding saat pemasangan. Maka makin cepat peang. Musti segera diganti walau belum seharusnya diganti?" wanti Budi lagi.

Memang sih, tidak semua bentuk roller seperti itu. Kalau lihat dari produk aftermarket yang beredar, roller untuk Suzuki Spin125 atau generasi skubek Suzuki tampak jelas bagian roller tipis dan sisi lain roller yang lebih tebal.

Kan rollernya lebih gede. Jadi kelihatan dan mudah untuk membedaknnya. Sementara roller Mio memang kelihatan rata. Cara gampangnya, bila roller memiliki bagian tipis dan tebal, prioritaskan pemasangan yang tebal pada bagian bawah. “Untuk roller rata, pemasangannya bisa suka-suka," sebut Budi.

Lanjut! Kalau ada bagian roller yang tebal, pastinya mudah menarik perhatian mata, juga gampang dikenali. Dibanding roller rata yang memang harus diperhatikan betul semua permukaan roller.

Ngerti kan?

Penulis/Foto : Chuenk/GT

Antara Vario-Skywave



4748cvt-vario-skywave-adib-1.jpgSaling substitusi komponen skubek ada juga yang unik. Hal ini terjadi antara Honda Vario dan Suzuki Skywave. Hasil uji coba mekanik terbukti didapat hubungan antara kedua skubek berbodi bongsor ini.

"Pertama mencoba v-belt antara Vario dan Skywave. Ukuran atau panjang sama," kata A Sin, mekanik bengkel Mili Moto di Jl. Panjang, No. 6C, Kelapa Dua, Jakarta Barat.

Tentu ukuran yang sama itulah yang menjadi dasar. "Perbedaan ada pada bentuk gerigi belt sehingga kami penasaran untuk saling tukar pakai," lanjut A Sin yang gak ada hubungan sama garam itu.

Jika coba dibandingkan, gerigi pada belt Vario memang lebih kecil. "Sedang belt Skywave jelas terlihat lebih gendut kalau dibandingkan dengan belt Vario," kata mekanik yang sebenarnya langganan komunitas moge ini.4749cvt-vario-skywave-adib-2.jpg

Dengan adanya perbedaan ini dipastikan ada juga efek yang dihasilkan jika saling tukar tadi, dan terbukti. "Vario standar lebih enak pakai punya Skydrive, baik untuk tarikan awal maupun putaran atasnya," beber pria bertubuh sedang ini.

Tapi, jika punya Vario dipakai di Skywave standar tidak dirasakan efek yang signifikan. "Malah terasa melemah atau jadi lambat," ungkap pria berambut pendek ini.

"Artinya jika jeroan Skywave sudah diganti, maka lebih cocok dengan belt yang memiliki gerigi lebih kecil atau kurus," ungkap pria yang juga mekanik panggilan ke rumah untuk urusan motor besar.

Bagaimana dengan harga? Dari price list di pedagang spare-parts, maka punya Honda Vario lebih mahal. Belt Vario dilego pada kisaran harga Rp 130 ribu. Sementara banderol belt Skywave hanya Rp 108 ribu.

Pembalap Sumatera Bertaji



4413omr-yamaha-padang---belo--1.jpgKekuatan pembalap garputala di Sumatera wajar diperhitungkan. Bukan cuma ngomong apalagi sesumbar. Mereka punya wadah One Make Race Yamaha atau Yamaha Cup Race (YCR) seri 2 musim 2010 atau seri 1 region Sumatra. YCR ini kembali dihajat di Sirkuit Lanud Tabing, Padang, Sumatra Barat 17-18 April lalu.

Persaingan sengit tetap di kelas utama MP1 dan MP2. Pembalap yang pakai kuda besi Yamaha. Ah, namanya juga OMR, 4414omr-yamaha-padang-(-ari-wib.jpgpasti pake Yamaha semuanya dong. Maksudnye, pembalap yang turun merata keterampilannya. Tidak ada tim atau pembalap yang mendominasi, masing-masing punya peluang sama.

Firman Farera pembela Yamaha BRT Tan's Motor FDR, Medan, biasanya mendominasi. Kemarin, justru tidak. Di trek sepanjang 1,2 km ini, dia dapat perlawanan sengit dari Becky NR, Ivan Nando, Ivon Nanda, dan Septian.

Tanda, joki-joki Yamaha Sumatra sejajar. "Skil pembalap terasah lewat padatnya gelaran road race. Ditambah kiat Yamaha tetap mempertahankan timnya di Sumatra," ujar Firman dengan perjuangan keras akhirnya menempati posisi puncak MP1 alias bebek 125cc.

4415omr-yamaha-padang-(-tedy-pe.jpgBukan apa-apa, musim ini YCR di Pulau Andalas, ada lima seri. Lumayan banyak. Itu setara dengan jumlah Indoprix yang juga lima seri tahun ini. Pembalap Yamaha Sumatra, pasti punya tolok ukur tersendiri sesama motor dan pembalapnya.

Pembalap Yamaha Sumatra lebih siap. Mereka punya modal lima seri tadi menghadapi kejurnas Region Sumatra yang dihelat 8 seri. Juga kejurda yang FDR21diselenggarakan Pengprov di Sumatra. "Padatnya event bikin skil meningkat. Mental bertanding mantap," bilang Ivan Nando dari tim Suhandi Padang 88 membesutan Yamaha Jupiter milik Sigit PD dari tim Yonk Jaya yang baru saja dibeli.

Sesuai dengan tujuan Yamaha bikin OMR. Yamaha ingin kualitas pembala Sumatra sejajar dengan Jawa. Makanya, “Tahun ini YCR di Sumatra ditambah serinya," ujar Ari Wibisono selaku Manager Departemen Motorsport PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia.

Penambahan seri juga sesuai tujuan. Itu demi membuka kesempatan pembalap Sumatera tampil di ajang Yamaha Asean Cup Race (YACR). "Jadi pemenang atau juara region Sumatra langsung mendapat tiket YACR," lanjut Ari.

Kesempatan ini bukan hanya seeded. Pemula juga sama. Sayangnya, pembalap pemulanya malah impor. Ada Teddy Permana dan Doohan Akbaruzaman. Keduanya memperkuat Yamaha Nino's Eneos FDR asal Muara Enim. Serta Batbaraja Sinaga asal Palembang yang bawa bendera Yamaha FDR Koni Sumsel Dwi Star. Mereka diandalkan jadi pasukan Yamaha yang bertarung dikejurnas Motoprix.

"Sebelum pindah ke Muara Enim saya biasa balap di Jawa jadi punya bekal untuk bermain di sini," jelas Tedy Permana yang pada event ini memborong podium pertama di kelas 115cc dan 125cc Tune Up pemula serta peringkat 5 kelas 125cc Tune Up Open.

HASIL LOMBA

Bebek 115cc 4Pemula
1 Doohan A (33) Muara Enim Yamaha Nino's Eneos FDR
2 Bobby Febrianda (72) Medan Yamaha BRT Tans FDR
3 Bobby Anasis (43) Riau Yamaha Bar Duri
4 Dian BK (93) Padang Pusako Motor
5 Redho H (174) Bangkinang Tri Star Kencana
Mio 130cc Standar Pemula
1 Aldo Ricardho (63) Padang Caisar Motor
2 Reva (42) Padang Revan Motor
3 Oki Norick (190) Padang Norick Motor
4 Riki Norick (155) Padang Norick Motor
5 Lucky CKY (178) Bukit Tinggi MAC Indah motor
Bebek 115cc 4 Langkah Tune Up Pemula
1. Teddy Permana (3) Muara Enim Yamaha Nino's Eneos
2 Batbaraja Sinaga (71) Palembang FDR Koni Sumsel
3 Hadi Renaldi (59) Banda Aceh Andra Medan
4 Doohan Akbaruzaman (33) Muara Enim Nino's Eneos FDR
5 Rendi Fernando (78) Jambi IRC Nef Motor APRT
Bebek 125cc 4 Langkah Tune Up Pemula
1 Teddy Permana (3) Muara Enim Yamaha Nino's Eneos
2 Batbaraja Sinaga (71) Palembang Yamaha FDR Koni Sumsel
3 Rio IS (94) Bengkulu Reno Putra NHK
4 Hadi Renaldi (59) Banda Aceh Andra Medan
5 Yudha (89) Jambi Yamaha BRT Tan's FDR
Bebek 115cc 4 Langkah Tune Up Open
1 Becky NR (128) Palembang DMM Nian Racing
2. Firman Farera (24) Medan Yamaha BRT Tans FDR
3 Ivan Nando (21) Riau Yamaha BAF IRC
4 Ivon Nanda (18) Riau Suhandi Padang 88
5 Septian (131) Palembang Yamaha FDR Dwi Star
Bebek 125cc 4 Langkah Tune Up Open
1 Firamn Farera (24) Medan Yamaha BRT Tans Motor
2 Ivon Nanda (18) Riau Suhandi Padang 88
3 Ivan Nando (21) Riau Yamaha BAF IRC Kencana
4 Becky NR (128) Palembang DMM Ican Nian Racing Team
5 Teddy Permana (3) Muara Enim Yamaha Nino's Eneos FDR21

Penulis/Foto : Belo/motorplus

MENCARI ARAH YANG BENAR



4914asian-gp-super-sport--axl-1.jpgSupersport 600 cc Petronas FIM Asian Road Race Championship atau biasa disingkat ARRC, bukan mainan baru buat Indonesia. Tim dan pembalap kita, sejak lama terlibat. Makin serius sejak lima tahun lalu. Cerita prestasi, masih saja belum melampaui pergerakan anak-anak negeri Jiran Malaysia.

Bahkan, dengan pasukan negeri Pagoda alias Thailand, masih kalah cepat. Padahal, Thai masuk ke arena ini, baru kemarin. Cerminnya, lihat di seri III lalu, Minggu (27/06) di Sentul. M.Fadli yang ketiga di race 1 Supersports perlu dihargai dengan segala keterbatasan tim supersports Indonesia.

Telah dari dulu tim balap supersports belajar. Sepertinya, yang dipelajari itu-itu saja. "Prestasi kan musti punya dukungan segala aspek. Selain kualitas pembalap, juga kelengkapan riset dan ketersediaan segala kebutuhan tim," analisis Faryd Sungkar, pengamat balap yang kemarin kelihatan ikutan nonton.4915asian-gp-super-sport--(m.jpg

Tim asal Malaysia, mereka telah tiga tahun berturut-turut kompetitif di barisan depan. "Dukungan untuk tim penuh. Tetapi, kuncinya tetap di rider. Fokus dan banyak latihan. Bicara dana, Malaysia juga tidak berlebihan. Sama-sama dengan negerinya Pak-Ci," terang Kuan Meng Heng, mentor joki-joki asal Negeri Jiran.

Therapong, manager tim Yamaha Petronas Thailand menimpali. Menurutnya, dana riset dan part lainnya memang utama. "Sama utamanya dengan konsentrasi pembalap dan mekanik saat latihan. Agar mereka cepat beradaptasi tiap pindah sirkuit. Buktinya, saya hanya punya satu mekanik untuk satu pembalap," jujur Therapong.

Kedua dedengkot balap Asia itu menekan menu utama. Dukungan mesin dan suspensi didapat dari latihan saat peningkatan kemampuan pembalap. "Secara bertahap ketika pembalap butuh, harus didukung. Tim menyediakan segalanya. Sebaliknya, kalau pembalapnya belum ada progress, ya tidak akan banyak membantu," ujar Meng Heng dan Therapong.

Di mata Ron Hogg - promotor balap Asia asal Malaysia - arah pengembangan sama. "Inti dari tim yang bagus, memberikan apa yang dibutuhkan pembalap. Pembalap bagus dan dukungan bagus saling berkait. Baru bisa menuai hasil," tambah Ron yang sangat fasih logat Jakarta.

Buat Indonesia, yang diperlukan adalah pembalap punya mekanik yang paham betul riset motor supersports. "Mereka butuh ketersediaan part, alat riset dan anggaran latihan. Untuk sekali latihan, tim butuh dana Rp 10 juta. Belum kalau ada komponen yang rusak. Pada tingkat selanjutnya, riset akan terdata baik jika punya data logger dengan latihan rutin," tambah Edi Saputra, manager tim Yamaha ASH Motosport.

Jika kesungguhan pembalap dan dukungan tim sama kuatnya, dengan sendirinya prestasi akan naik. Misal, pembalap kecil Hafidz from Malaysia yang memulai karier dari underbone. "Baru balap lima kali naik supersports, catatannya di Sentul kisaran 1 menit 32, 9 detik. Tentu pembalap potensial underbone Indonesia juga banyak. Pasti bisa lakukan itu," yakin Ron Hogg.

Salah satu joki Indonesia, M. Fadli sudah buktikan itu di race pertama. Pembalap Cibinong itu finish ke-3 dan bersaing ketat dengan pembalap Malaysia dan Thailand. Gabung di tim Yamaha Petronas KYT Indonesia, Fadli punya bekal bagus. Suport dana untuk tim cukup kuat. Perlengkapan seting motor terdukung.

Fadli juga gemar latihan motor dan fisik. "Pak Beny punya kemampuan bagus. Sering sharing bareng dan Fadli juga pembalap bagus. Buktinya bisa kompetitif di barisan depan," analisis Meng Heng.

Selanjutnya?

HASIL LOMBA


Race 1
1. Decha Kraisart (24) Thailand Petronas Yamaha Thailand 24;44,407
2. Azlan Shah K. (25) Malaysia Petronas Yamaha Malaysia 24;51,899
3. M. Fadli (162) Indonesia Petronas Yamaha Indonesia 24;52,357
4. Glenn Allerton (14) Australia Privateer 24;59,973
5. Ahmad Fuad B. (126) Malaysia Petronas Yamaha Malaysia 25;00,290
6. Doni Tata P. (21) Indonesia Yamaha Indoprom HRVRT 25;02,947
7. Makoto Inagaki (61) Jepang Moto-Rev India 25;05,045
8. Hafizh Syahrin A. (55) Malaysia Petronas Yamaha Thailand 25;09,430
9. M. Dwi Satria (81 Indonesia ASH Yamaha Indonesia 25;14,507
10. Li Zheng Peng (26) China China Zhong Shen Team 25;25,566
Race 2
1. Decha Kraisart (24) Thailand Petronas Yamaha Thailand 24;43,765
2. Azlan Shah K. (25) Malaysia Petronas Yamaha Malaysia 24;44,332
3. MD. Zamri Baba Malaysia Petronas Yamaha Malaysia 24;44,467
4. Toshiyuki Hamaguci (64) Jepang Moto-Rev India 24;48,763
5. Chalermpol Polamai (1) Thailand Petronas Yamaha Thailand 24;48,856
6. Ahmad Fuad B. (126) Malaysia Petronas Yamaha Malaysia 24;49,185
7. M. Fadli (162) Indonesia Petronas Yamaha Indonesia 24;49,865
8. Doni Tata (21) Indonesia Yamaha Indoprom HRVRT 24;58,141
9. Glen Allerton (14) Australia Privateer 24;59,174
10. Sudarmono (54) Indonesia Petronas Yamaha Indonesia 25;04,880

KLASEMEN SEMENTARA

1. Decha Kraisart 88
2. Glenn Allerton 81
3. Chalermpol Polamai 74
4. Azlan Shah Kamaruzaman 74
5. Md. Zamri Baba 62

Penulis/Foto : Aries/Herry Axl

Antara Halus dan Kasar



4996beda-ip---candra-1.jpgRafid Topan dan Yudhistira, dua pembalap muda yang berlaga di IndoPrix (IP). Keduanya memberi gambaran perbedaan mendasar antara gaya balap di MotoPrix (MP) dan IP. Topan dan Yudhis, begitu sapaan mereka, sama-sama mencuri perhatian di seri II IP 2010 yang berlangsung di Park Kenjeran, Surabaya, beberapa waktu lalu.

Karena perbedaan gaya, ketika itu, keduanya mencetak hasil yang berbeda. Topan pulang tanpa poin karena jatuh bersama Denny Triyugo. Sementara Yudhis yang start dari grid ke-24 dari 27 starter, justru finish ke-5 dan terdepan di 2 race IP125!
4997beda-ip-(-yudistira)---cand.jpg
Pencapaian Yudhis belum pernah terjadi sepanjang IP. "Yudhis gayanya dewasa, halus. Itu gaya IP. Sementara, Topan menggunakan gaya balap MP, cenderung kasar," telaah Edmond Cho, manajer Yuudhis di tim Yamaha Indoprom HRVRT-BGM.

Edmond yang biasa dipanggil Obos memerhatikan gaya Topan. Maklum, Obos sempat mengincar pemuda asal Jakarta ini untuk mendampingi Doni Tata. Dia akan dipakai di kejuaraan internasional. Mantan manajer divisi motorsport Yamaha ini juga bermata tajam untuk mencari pembalap berbakat.

Topan masih grasak-grusuk. “Ini gaya anak MP, yang justru membahayakan dia kalau dipakai di IP Seperti yang terjadi di Kenjeran kemarin. Karena nafsu, dia justru jatuh. Apesnya, Topan menyeret Denny juga," papar Obos.

Topan pun didenda Rp 500.000 dan diskors sebulan tanpa boleh ikut balap apa pun. Berarti, pelajaran buat Topan. Membalap berlainan level, lain pula perlakuan tekniknya.

4998beda-ip-(-hendri-)---candra.jpgDua pembalap senior, Hokky Krisdianto dan Hendriansyah melihat, balapan IP dan MP memang beda gaya. Meski sama-sama menunggang underbone 125 cc dan 110 cc, di IP namanya IP1 dan IP2, sementara di MP, sebutannya MP1 dan MP2, tetap aja gayanya bak langit dan bumi.Sama motor, “Tapi teknik membawanya beda. Terutama karena sirkuit yang dipakai beda dan lawan yang dihadapi juga beda," buka Hokky yang hampir karatan menggeber underbone, baik di kejurnas MP, IP atau FIM Asia.

Gaya balap dan sirkuit tentu satu hal mutlak. Di IP, pembalap mengaspal di sirkuit permanen. Sedang MP lebih banyak pakai trek dadakan alias pasar senggol. Gaya balap dan teknik menaklukkan trek dadakan amat beda dengan sirkuit permanen seperti Sentul, atau bahkan Kenjeran dan Binuang.

"Di trek dadakan, mayoritas tikungannya patah-patah, atau putar-balik dengan radius putar sempit. Jadi, asal bisa ‘ngerem mati', di titik yang makin dekat tikungan, dan cepat buka gas sudah pasti bisa keluar tikungan cepat. Padahal di Sentul atau Kenjeran, gaya seperti itu tidak kepake. Kita harus rolling speed agar kencang melewati tikungan," imbuh Hendriansyah, yang ikut turun di Kenjeran demi merajut lagi karier di liga underbone.

Lebih jelasnya, menurut Hendri yang dulu dikenal dengan sebutan ‘Si Kuncung', rolling speed itu bukan sekadar gantung gas di dalam tikungan. Sebab, yang lebih penting, waktu di dalam tikungan, motor harus meluncur terus. Rpm harus di titik di mana mesin masih bertenaga. Posisi gigi engine-brakenya harus pas.

Misalnya di R1 Kenjeran, pakai persneling 3. Saat motor masuk, dibuat nyelonong. “Tetapi, saat keluarnya harus bisa sesegera open-throttle. Jangan sampai nyelonong, setelah itu harus ngerem lagi. Sama aja bohong," ujar Hendri.

Nah, kalau pakai gaya MP, memang bisa masuk cepat. Tetapi keluarnya nggak bisa cepat. Sebab harus atur posisi motor agar bisa digas lagi. Biasanya kalau sudah begini, motor harus dibuat tegak dulu.

Untuk IP di trek permanen, masuk tikungan posisi badan ke depan. Agar roda depan lebih tertekan. “Meski roda belakang sliding, tidak jadi masalah. Karena masih bisa dikontrol. Saat keluar, badan geser dikit ke belakang, agar roda belakang dapat grip. Tetapi, semua teori ini tidak berlaku di MP yang pakai trek dadakan," urai Hendri yang juga punya julukan Dewa Road Race.

Bicara rival yang dihadapi, strategi melawan rider di arena MP pun beda dengan taktik melawan para joki di ajang IP. Mental joki IP udah kuat. Mereka biasa tarung dengan pembalap papan atas. "Jalur balap mereka sudah benar. Jika pake gaya MotoPrix, membahayakan joki lain," tegas Hokky.

Pembalap mahir tidak buru-buru menyalip. Mereka lebih suka mengikuti dahulu lawan di depan. Tentunya sambil membaca peluang, kelemahan dia ada di mana. “Kalau sama-sama kuat, baru pakai tindakan nekat. Late-braking lebih dekat tikungan dibanding lawan dan keluar tikungan buka gas lebih cepat. Tapi tetap dengan perhitungan penuh. Bukan sekadar memaksa," jelas Hendri panjang kali lebar.

Betul! Main di IP memang harus halus. Bukan cuma modal nekat!

Penulis/Foto : Aries/Dok. MOTOR plus

Senin, 08 Februari 2010

Serbuan Skubek

3884dragbike-kemayoran-yudi.jpgBukan cuma ramai di road race, skubek juga heboh di arena karapan motor alias drag bike. Motor matik itu punya sejuta dukungan jadi kelas favorit. Teknik handling mudah, teknologi tersedia dan motor juga murah didapat. Itu membuat catatan waktu mudah terpangkas. Kalau dua tahun lalu, matik hanya main kisaran 9 detik pada lintasan 201 meter. Kini makin tajam, 7 detik.

Di TDR YSS Comet Drag Bike Championship 2010 (TYCDC), yang digelar di Kemayoran, Sabtu-Minggu, 30-31 Januari 2010, dominasi matik sangat menggila. Mereka mengisi 120 starter dari jumlah total 480-an lebih.3885dragbike-kemayoran(eko)-yud.jpg

Eko Chodox, juara kelas 350 cc tembus 7,721 detik. Itu melampaui torehan waktu Agung Unyil yang juara FFA 2-tak 250 cc yang selama ini jadi kelas idola. "Aspal memang jelek. Bergelombang. Mengganggu sekali. Itu faktor motor 2-tak susah kencang," terang Haji Oni, sesepuh drag Jakarta.

Buruknya aspal lintasan, tenaga sering hilang. Motor sering goyang. Peak power gak pernah linier atau rata. Tenaga terpengaruh guncangan roda. "Kalau aspal lebih bagus, Mio punya kita bisa lebih kencang," terang Teddy Hartono, boss Mitra2000 yang sekaligus jadi sponsor utama event garapan Trendypromo Mandira (TM) itu.

Apapun, faktanya memang matik makin jadi primadona. Primadona di harian dan juga balap. Rantai bisnisnya memang begitu. “Jika penjualan untuk harian tinggi, pasti akan diikuti turunannya. Misalnya, bisnis variasi sampai balapnya. Itu lah matik saat ini,” terang Helmy Sungkar, pemilik TM.

3886dragbike-kemayoran(pells)-y.jpgPeserta bukan hanya dari Jakarta. Pembalap Jawa Tengah dan Jawa Timur juga ikut menyerbu. "Motornya mudah didapat. Mau riset sekarang juga banyak part yang mendukung. Apalagi di Thailand sudah ramai. Patokannya makin mudah," analisis Yongi Setiadi, tokoh drag asal Jawa Barat.

Secara teknik balap, adu lempeng matik juga relatif mudah. Gak usah sampai pikun mikirin pindah gigi. Atau mengatur reduksi rasio agar bisa pas ketemu tenaga puncak pada 201 meter.

"Cukup pandai mengurut rpm, dicari tenaga maksimal sejak putaran awal. Selanjutnya tinggal betot," kiat Eko Chodox yang juara tadi.

Menurut joki langganan juara itu, geber matik tidak seperti drag 2-tak. "Bukan spontan dibuka kayak biasa. Memang, kalau didenger suaranya, kayak kurang sangar. Beda kalau dibuka langsung yang seolah-olah langsung mengeluarkan tenaga. Tapi, sebenarnya malah memangkas waktu. Bisa slip, atau muntahnya tenaga tidak pas. Motor malah jadi turun di putaran tengah," pasti Eko.

Sementara untuk riset, mekanik daerah yang berbekal otak dan kreativitas juga mulai menandingi teknologi pesat yang masuk ke Indonesia. "Saya kira untuk meraih 7 detik bersih terbuka peluangnya," terang Arif Sigit Wibowo, mekanik dari Pell's Racing, Solo.

Menurut Pele - sapaan akrab Arif Sigit - pesatnya teknologi Thailand bisa jadi patokan. "Berbagai part dan teknologi bisa jadi rujukan. Ditambah dengan kreasi mekanik, skubek akan terus berkembang di arena drag," tambahnya.

Menurut Pele - sapaan akrab Arif Sigit - pesatnya teknologi Thailand bisa jadi patokan. "Berbagai part dan teknologi bisa jadi rujukan. Ditambah dengan kreasi mekanik, skubek akan terus berkembang di arena drag," tambahnya.

HASIL LOMBA


Matik 155 cc
1. Penyok Agus M (574) Jakarta GT Speed Kawahara
2. Achonk (368) Jawa Barat M3 Jati Rahayu
3. Rahmat Kate (394) Jakarta Bontot
Sport 2-Tak Tune-Up 155 cc
1. Datu Martika (347) Jakarta -
2. Ayip Rosidi (310) Bekasi Bintang Terang Gaz Truzz
3. Rahmat Kate (117) Jakarta
Bebek 4-Tak Tune-Up 115 cc
1. Ricko Bocel (267) Surabaya Jepang Motor
2. Agung Unyil(259) Sidoarjo Jepang Motor
3. Sinyo MArchel(113) N nganjuk -
Matik 200cc
1. Dani Tilil (184) Jakarta SKNn MDRT Jakarta
2. Adi S. Tuyul(91) Pasuruan Pell's UD Rizki
3. Johan Timothy(238) Surabaya Pell's Iblis Kedip Kawahara
Bebek 2-Tak Tune-Up 125 cc
1. Agung Unyil (255) Sidoarjo Com Cell Racing
2. Antonius Petruk(160) Jogja Setiabudi
3. Dani Genjik(103) Purworejo -
Sport 2-Tak 140 cc
1. Ayip Rosidi(320) Bekasi Bintang Terang Gaz Teruzz
2. Dani Genjik(130) Purworejo -
3. Antonius Petruk(156) Jogja Setiabudi
Matik 350 cc
1. Eko Chodox(416) Semarang TDR Mitra 2000
2. Deny Helen(375) Jakarta -
3. Rikky RS-2(223) Bandung -
FFA 4-Tak 250cc
1. Adi S. Tuyul (92) Pasuruan Kolor Ijo Nnganjuk
2. Antonius Petruk(87) Jogja -
3. Sena Anry S. (366) Bekasi -
Bebek 4-Tak Tune-Up 125 cc
1. Ricko Bocel(277) Surabaya Jepang Motor
2. Agung Unyil (260) SIdoarjo Jepang Motor
3. Antonius Petruk) Jogja BPAZZ Setiabudi
FFA 2-Tak 250 cc
1. Agung Unyil(258) Sidoarjo Com Cell Racing
2. Amir Ceria(399) Jakarta -
3. Datu Martika(348) Jakarta -

Long Stroke di 201 M

3867hal9_miodrag_boyo1.jpgRekayasa kapasitas silinder Yamaha Mio untuk kebutuhan drag tergolong sangat variatif. Apalagi, barang racing untuk Mio memang tersedia berbagai kebutuhan. Ada yang membuat jadi square yaitu dibuat seimbang antara bore dan strokenya. Ada juga yang overbore, yaitu langkah piston lebih pendek dibanding diameter silinder. Mio garapan Alyamin Bots Speed, jago drag asal kawasan Halim, Jakarta Timur, tergolong long stroke.

Sukaryanto alias Kibot, memilih bore x stoke = 66 x 72 mm. Volume silinder jatuhnya di kisaran 246 cc. "Karena untuk kebutuhan drag, long stroke diharapkan mampu mengail putaran bawah lebih mudah," alasan Kibot.3868hal9_miodrag_boyo2.jpg

Desain itu didapat dengan menggunakan piston Kawasaki Eliminator dan mengubah posisi pin kruk as agar lebih stroke panjang. Kalau dihitung dari standarnya 57,9 mm, maka bisa dihitung perkiraan pin yang maju di kisaran 2 mm. "Agar lebih kuat setang piston pakai punya Yamaha RX-Z," tambah Rahmat Hidayat, si juragan toko variasi dan bengkel Alyamin.

Untuk menghasilkan power maksimal, Kebot mencoba mengubah desain head. Tentu untuk mencari komposisi perbandingan kompresi optimal dan pas. "Dari beberapa uji coba, saya ketemu dengan perbandingan 13 : 1. Diameter kubah 60 mm," terangnya.

3869hal9_miodrag_boyo3.jpgGas bakar diatur lewat klep yang punya diameter batang 4,5 mm. "Dari Camry, diameternya 34 mm untuk klep in dan 28 mm untuk klep exhaust," terang Rahmat Hidayat sambil jelasin kem diganti dengan produk K1 Kawahara.

Menghindari tenaga muntah hanya di putaran bawah sampai menengah saja, Kebot punya cara. "Girbox diubah 17/39, sementara ubahan pada roller tidak terlalu enteng. Saya coba pake 10-10 gram," ucap pria ramah ini.

Terbukti, ubahan seperti itu menahan power maksimal meledak dikisaran 10.000 rpm. "Joki malah masih merasa bawahnya kurang cepat. Itu yang sedang diriset lagi," tambah Rahmat yang selalau ceria ini.

Toh, Dani Tilil yang jadi jokinya masih bisa berjaya di event drag malam hari khusus skubek di Bekasi beberapa waktu lalu. Di kelas 250 cc terbuka. Waktunya tembus 8,3 detik. Kuenceng, kan?

Padahal, Kebot belum explorasi pengapian. Soalnya, masih pengapian standar. Hanya koil saja yang pakai punya Yamaha YZ125. "Karbu juga pakai Daytona 28. Cuma seting pilot-jet 40 dan main-jet 105. Sedang riset lagi. Mudah-mudahan bakal lebih kencang lagi," janji mekanik yang oleh teman-teman di bengkelnya, dipanggil ustadz Kibot.

DATA MODIFIKASI


Knalpot : Kawahara
Per klep : Japan product
Roller : Kawahara
Boring : Modifikasi