Senin, 30 November 2009

Ini Bukan Korekan Benny
2009-07-24 20:58:34

2607jupiter-yudi-1.jpgBegitu Yudhistira mencetak prestasi manis seri I dan II di Sentul, motor tunggangan joki tim HRVRT ini langsung jadi sorotan. Disebut-sebut, Yamaha Jupiter-Z 110 besutannya kenceng. Tapi, yang nggak enak, waktu dibilang motor itu bikinan Benny Djatiutomo. Apalagi setelah Yudhistira naik podium ketiga pada seri III di sirkuit Kenjeran. “Nggak kok, motor ini semuanya bikinan saya,” tegas Risdianto, mekanik tim HRVRT.

Memang betul, tim kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya wilayah Binuang ini pernah membeli mesin dari tim Star Motor, asuhan Benny. “Tapi motor yang dibeli itu tidak pernah dipakai lagi. Motor itu sekarang dimuseumkan di Binuang. Biar jadi contoh. Lagipula sebenarnya kita juga bisa kok bikin sendiri,” yakin Risdianto lagi.

Buat Risdianto, yang akrab disapa Pak Endut itu, motor racikan Benny sudah bagus. Ia pun mengakui banyak belajar dari gawean Benny. Namun, bukan berarti ia tidak melakukan apa-apa. “Justru dari model yang tim ini punya, saya coba kembangkan dengan pengetahuan saya,” ungkap 2608jupiter-dok-2.jpgmekanik akrab disapa Endut itu. Yang jadi perhatian Endut desain kubah kepala silindernya. Endut melihat bentuk kubahnya sangat sempurna. Bisa menampung semburan bahan bakar. Selain itu, jalur aliran bahan bakar dari intake dan pembuangannya sudah sangat mulus. “Saya perhatikan arahnya sudah bagus. Jadi tidak ada hambatan. Ini yang menarik dan jadi acuan saya bikin mesin lagi,” ujar mekanik yang mengaku belajar dari Thole dan Gandhos itu.

Nah, dalam pengerjaannya, Endut nggak mau sembrono. Ia memanfaatkan alat yang namanya flowbench. Alat ini dimiliki bengkel MBG Jogja dan BRT (Bintang Racing Team). Gunanya untuk mengukur debit atau kecepatan gas bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar. Dengan alat ini, aliran dan kecepatan gas bakar jadi terukur. “Saya jadi terbantu. Dengan alat itu, saya jadi tahu apakah korekan sudah benar atau masih ngaco,” jujur mekanik yang buka bengkel Pusaka Racing di kawasan Jl. Kebun Raya, Yogyakarta itu.

2609jupiter-dok-3.jpgRisdianto berpatokan pada regulasi untuk klep in ukuran 27 mm dan out 23 mm. Hanya saja, berdasarkan flowbench, diameter lubang intake maksimal hanya 24 mm. Sementara lubang exhaust jadi 20 mm. “Ukuran ini memang agak kecil. Tapi menurut flowbench ini ukuran yang pas. Di semprot seperti angin keliatan maksimal semburannya,” bilang mekanik 35 tahun itu.

Dengan mengacu kompresi 13,8 : 1, Endut merasa mesin cukup aman berlaga di sirkuit Kenjeran sebanyak 30 putaran. Angka itu diukur dengan perbandingan volume ruang bakar. “Kita pernah coba sampai 14 : 1, bahkan lebih. Tapi setelah riset, untuk di Kenjeran jika lebih dari 14 : 1 motor malah nggak mau lari. Di atasnya nahan,” bahas Endut.

Untuk kem, Endut juga percaya pada ‘kerajinan tangannya’. Kem dibikin sendiri. Namun diakuinya desain poros bubungan kira-kira hampir sama dengan bawaan Bennybikinan Star Motor. “Saya aplikasi durasi sekitar 270ยบ untuk waktu bensin masuk dan buang. Hanya waktu buka-tutupnya yang dibedain. Sebab kalau disamain, Yudhis bilang power motor di rpm atas terasa ngambang,” papar mekanik yang menerapkan tinggi bukaan klep masuk dan buang 8,5 mm itu.

Jadi perhatian Endut, sang joki, Yudhistira yang masih 15 tahun sendiri dirasa perlu belajar banyak. Toh Yudhis cukup cerdik. Pelajar 1 SMA itu belajar karakter motor dari para senior. Jupiter disesuaikan kondisi sirkuit. Di Kenjeran, power bawah diminta tidak terlalu besar.

“Menurut Yudhis, kalau power bawahnya terlalu besar, motor jadi liar. Lagipula postur Yudhis terhitung imut. Jadi kontrolnya agak sulit. Sehingga power puncaknya dikeluarkan di rpm menengah ke atas. Sebab di Surabaya kalau kuat bawahnya, justru susah buat pembalap. Malah time-nya nggak bagus,” tutup Endut.

Selain itu, Yudhis juga tanggap dengan setelan mesin. Apalagi di Kenjeran kemarin, motor disiksa sebanyak 30 putaran. Makanya ia minta setelan mesin Jupiter-Z 110 dibikin agak basah. Karburator Mikuni kotak 24 mm yang jadi andalan diisi dengan pilot-jet 25 dan main-jet 155. “Memang awalnya Yudhis mengaku akslerasi motor agak telat waktu keluar tikungan. Tapi setelah beberapa lap, pas mesin panas, power rpm atas terus ngisi,” tutup tutup Endut. Benar-benar kreasi sendiri!

VORTEX LEBIH AKRAB

Soal pengapian, Risdianto belum ingin mencoba merek lain. Sementara ini menggunakan CDI Vortex, seperti yang digunakan Benny Djatiutomo. Menurutnya, CDI ini lebih akrab dengan gayanya. “CDI ini tidak rewel. Saya pun bisa memprogram sendiri grafiknya sensuai keinginan pembalap,” jujur Risdianto.

Untuk setelannya, mekanik berputra 1 ini memilih waktu pengapian tertinggi untuk setiap grafiknya. Saya pengin maksimal dengan setelan seperti itu. Toh, dengan acuan dari flowbench kita tahu kapan dan berapa banyak bahan bakar diledakkan. Jadi tidak takut meletus,” yakin Endut.

Selain itu, Vortex memang sudah akrab dengan Jupiter. Endut bisa menggunakan koil dan magnet dari Yamaha YZ125. Komponen ini mudah dicari dan harganya pun tak seberapa. Apalagi buat tim sebesar HRVRT, he..he..he….

Namun Endut tidak menutup kemungkinan menggunakan pengapian buatan dalam negeri seperti BRT atau Rextor. Tapi, tergantung kedua produsennya. Mau nggak sponsorin tim luar Jawa.

DATA MODIFIKASI

Rem depan: Kaliper Standar Jupiter
Cakram depan : Daytona
Karburator: Mikuni kotak 24 mm
Intake manifold : Koso Custom
Knalpot : Hung
Piston : Izumi 52 mm
Ring Piston : Orisinal Jupiter
Klep : Honda Sonic

Penulis/Foto : Aries/GT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar